Seputar Pencarian Beasiswa S3 (1) : Syarat Proposal dan Sertifikat Kemampuan Bahasa Asing

Jenjang S3 menjadi takdir nasib yang mau tidakau harus dijalani oleh tenaga pendidik di perguruan tinggi. Sebagai dosen yang belum menempuh pendidikan doktoral, saya masih disibukkan dengan urusan pencarian tempat studi. Beberapa kali info dan kesempatan saya terima, namun sampai saat ini masih belum berjodoh karena beberapa hal.

Salah satu hal penting yang sangat perlu diperhatikan apabila ingin menempuh studi lanjut adalah masalah biaya. Pendidikan S3 memakan biaya yang banyak, di dalam negeri saja menurut pengamatan saya di sejumlah PTN yang udah dikenal, SPP S3 bidang Ilmu Komputer sudah di atas 15 juta per semester. Angka tersebut sungguh di luar kemampuan saya sebagai dosen pemula dengan keluarga kecil yang seringkali pengeluaran tiap bulannya sudah ngepas. Apalagi kalau kuliah di luar negeri, angka 15 juta tentu belum cukup, banyak kebutuhan akomodasi di luar SPP yang perlu dipikirkan. Kesimpulan saya, agar bisa kuliah S3 mutlak harus ada beasiswa / sponsor, kalau tidak maka sudah bisa dipastikan bahwa kestabilan ekonomi keluarga akan terganggu.

Beberapa kali saya melihat informasi beasiswa, saya mengamati syarat-syarat yang diminta cukup bervariasi, ada yang terbilang susah namun juga ada yang relatif mudah. Beberapa syarat yang umum diminta antara lain adalah proposal penelitian dan sertifikat kemampuan bahasa asing. Proposal penelitian ini membutuhkan persiapan yang cukup panjang untuk menyusunnya, setidaknya pelamar beasiswa perlu untuk memahami apa yang ditulis dalam proposal penelitian tersebut mulai dari masalah hingga bagaimana metode penyelesaian yang diusulkan. Namun ternyata ini tidak mutlak sulit, dengan membuat proposal penelitian yang kualitasnya sekedar "formalitas" saja sebenarnya masih memungkinkan. Lho.. lho... sebentar ga salah ini? Ya betul, kalau idealnya memang sebaiknya proposal ini  dipersiapkan dengan sebaik mungkin. Namun pada kenyataannya, dosen pemula seperti saya begitu susah payah menjaga work-life balance. Pikiran terasa sudah sesak dengan pekerjaan, sering sekali saya merasa butuh melepaskan beban pikiran tersebut dengan menghibur diri misal dengan menonton video stand up atau Lapor Pak, ya akhirnya memang jadi wasting time. Jadi kalau ada kebutuhan menyusun proposal penelitian S3 yang well-prepared sungguh itu adalah sebuah tugas yang begitu berat. Balik lagi, bagaimana dengan proposal penelitian dengan kualitas "formalitas" tersebut. Bisa saja, jadi kalau beruntung di luar sana banyak promotor yang tidak begitu mempermasalahkan kualitas proposal penelitian yang kita gunakan untuk melamar beasiswa S3. Saya mengalaminya ketika mencari promotor di sebuah kampus luar negeri, peringkat kampus tersebut di global saya kurang paham dan sebenarnya tidak terlalu peduli karena yang penting adalah peringkatnya masih lebih tinggi dari kampus tempat saya bekerja. Saya mendapatkan calon promotor yang ternyata sudah memiliki penelitian, dan modelnya nanti mahasiswa S3 bimbingannya yang akan melanjutkan penelitian tersebut. Saya cukup tertarik, walaupun secara detail saya belum menguasai topik yang diminta. Pada akhirnya saya mendapat beasiswa dari universitas tersebut, namun sayang sekali tidak jadi saya ambil karena saya belum memiliki modal untuk akomodasi tiket, oenginapan, hingga biaya karantina Covid-19 yang diminta negara tujuan. Pada waktu itu saya juga masih bingung bagaimana mengajukan bantuan pembiayaan. Pada postingan lain akan saya jelaskan bagaimana sebaiknya berkomunikasi dengan kampus tempat kita bekerja agar dapat dibantu membeli tiket pesawat dan akomodasi awal, insya Allah.

Lanjut ke syarat lain yang sering diminta ketika mengajukan beasiswa S3 adalah sertifikat kemampuan bahasa asing. Umumnya yang diminta adalah kemampuan bahasa Inggris melalui TOEFL atau IELTS. Untuk IELTS, bisa dibilang ini susah untuk pemula atau yang bahasa Inggrisnya sekedar pasif karena dibutuhkan kemampuan speaking dan writing juga. Sedangkan TOEFL menurut saya lebih mudah untuk orang yang bahasa Inggrisnya sedar pasif. Namun yang sulit adalah sebagian besar diminta TOEFL IBT yang mana ada komponen writing dan speakingnya juga. Jenis TOEFL lain yaitu TOEFL IBT yang bisa diikuti di kampus, relatif lebih mudah namun jarang yang meminta syarat ini. Bukan berarti kalau tidak bisa berbahasa Inggris secara aktif kemudian peluang melamar beasiswa S3 akan tertutup. Beasiswa S3 dalam negeri cukup banyak yang syaratnya TOEFL PBT namun dengan minimal skor yang cukup tinggi, saya sendiri masih kurang 3 poin dari skor TOEFL minimal yang diminta oleh LPDP dalam negeri. Kemudian peluang melamar beasiswa S3 luar negeri juga masih terbuka untuk kaum bahasa Inggris pasif seperti saya, ada sejumlah kampus di luar negeri yang tidak secara spesifik meminta TOEFL IBT atau IELTS, pokoknya sertifikat kemampuan bahasa Inggris. Sambil mencoba mencari info beasiswa dengan syarat bahasa Inggris yang tidak spesifik IELTS / TOEFL IBT tersebut saya tetap menyarankan agar mengupgrade kemampuan bahasa asing agar lebih banyak beasiswa yang bisa dilamar. Kemampuan berbahasa yang dinilai di IELTS / TOEFL juga bukan patokan satu-satunya untuk menunjukkan bahwa kita mampu dalam bahasa asing, belajar ngomong secara aktif justru lebih memacu penguasaan bahasa asing.

Demikian bagian pertama tulisan saya mengenai pencarian beasiswa S3 ini, insya Allah akan saya sambung pada postingan-postingan selanjutnya. Semoga bermanfaat.

Comments

Popular posts from this blog

Contoh Inheritance (Pewarisan) di Java

Contoh Penerapan Interface di Pemrograman Java

Review Singkat Pilihan Transportasi Umum Rute Solo - Wonosobo